Mungkin pernyataan dari Rocky Gerung memberikan kesadaran baru tentang Marx yang menyebut dirinya sebagai anti-filsafat. Marx mengunkapkan bahwa filsuf terlalu kebanyakan berimajinasi dalam fikiran hingga dia lupa untuk bekerja, hingga Marx melayangkan bahwa supra struktur kesadaran dibentuk oleh ekonomi. Walaupun dalam mazhab Frankfurt pikiran dari marx akan diteliti ada kesalahan, seperti supra struktur kesadaranlah yang membentuk ekonomi. Tapi ada yang aneh dalam sikap Jokowi dalam pemerintahnya, berikut ini.
Terkadang saya jadi juga curiga dengan Jokowi dalam kabinet kerja dan terus menerus fokus dalam membangun infrastrukur dengan maksud apa, tapi juga sering melayangkan bahwa komunisme harus diberantas habis. Hal yang paling aneh lagi semasa pemirintahan Jokowi yang ingin menarik izin dari Freeport sebenarnya bisa dilakukan pada masa dahulu, mengingat argumen dari para pejabat perpanjangan dari kontrak freeport dikarenakan belum siapnya orang Indonesia untuk mengolah sumber daya di negara ini, dan malah membeli saham freeport padahal dulu bisa diambil alih dengan gratis. Bukankah jika kita belum siap hal itu bisa disimpan untuk masa depan dan tidak terburu-buru untuk menyerahkan pada modal asing? Pada 1 Oktober, Presiden Jokowi menguluarkan pidato tentang komunisme depan tentara sebagai bentuk penentangan dia terhadap komunisme. Jika Jokowi seorang yang anti-filsafat dalam kasus Marx, seharusnya dia akan sejalan dengan pikiran gusdur (yang mencoba menghapus pelarangan komunisme, marxisme, dan leninisme), dan fokus kerja serta menghentikan freeport waktu dulum, jelas ini tentang elektoral politik.
Saya tidak menyayangkan tentang politik blusukan yang dulu dia lakukan, karena selain politik blusukan tidak memakan biaya seperti pembelian bendera untuk mengotori jalan, mungkin tidak ada salahnya jika itu menggaet kalangan jelata. Walaupun bagi orang yang cukup kritis hal itu memang terlihat kurang proporsional. Tapi setidaknnya pembelian saham freeport yang 51 persen itu termasuk dalam proses kampanye, karena para pendukung dari Jokowi memamerkan tentang hal itu untuk menaikkan citra Jokowi dalam pilpres taun depan. Dalam kasus ini, jokowi telah menggunakan dana negara sebagai methode kampanye dirinya, alasan pertama : dia bisa mengambil alih seutuhnya saham freeport dulu sewaktu kontrak habis dan malah menambahkan kontraknya dan sekarang membeli saham itu dengan harga yang tinggi serta memamerkannya dalam ajang kampanye dari para pendukung Jokowi.
Tapi yang saya agak sesalkan, sikap dari jokowi yang terkesan setengah-setengah mungkin juga akan terlihat dari pembangunan proyek, mengingat yang disorot dari kamera media hanya sekedar dari kosmetik yang digunakan oleh Jokowi, itu bisa saja. Kita belajar dari amerika latin, sub comandante markos, dahulu pemerintahan disana memberikan surat kepemilikan tanah kepada warga negara, kemudian ternyata hal itu menimbulkan privatisasi tanah, alias tanah akan semakin mudah untuk diperdagankan, walaupun dengan dalih agar tidak diganggu oleh para pemilik modal, tapi hal itu juga memberi celah kemudahan dengan cara lain kepada pemilik modal untuk melakukan pembelian tanah tersebut dari masyarakat dengan cara sah, jelas dengan methode ketimpangan ekonomi.
Jokowi jelas bukan marxis, dia malah menenetang berkembangnya komunisme, marxis dan sejenisnya dalam pidato presiden 1 Oktober, katanya harus dibumi hanguskan, dan dengan privatisasi dia memang lebih cenderung ke kapitalis. Walau namanya adalah kabinet kerja, dengan jelas ini merupakan sebuah kesimpulan bahwa itu hanyalah kosmetik, dan jika dia berdalih maka hal ini merupakan sebuah tindakan setengah-setengah dari jokowi, yang hanya sekedar untuk terpilih sebagai presiden, itu tidak disalahkan jika dia boneka partai. Tapi yang jelas dari sini, kesalahan paling fatal adalah kerja. Dia seolah ingin seperti terlihat sebagai Marx dengan kata “Kerja” tapi justru berperilaku dalam modal dan pasar. Ini tidak disalahkan karena memang ada juga negara kapital yang tergantung pada modal. Inilah kenapa Jokowi bukan komunis.