Tak hanya proletar yang mengalami alienasi, tapi juga seorang kapitalis mengalami alineasi dirinya dengan racun modal itu. Sang Kapital terus teracuni oleh keuntungan hingga dirinya tak mampu lagi mengenali dirinya, dia bukan mengalami ekstase, dia telah dikuasai oleh modal itu sendiri. Dengan modal dia memperoleh keuntungan dengan cepat dan banyak, tanpa banyak bekerja, hingga dia lupa untuk meletakkan ruhnya pada komoditasnya, dia telah menjual jiwanya pada modal itu sendiri, dan kini sang kapitalis juga telah tejajah oleh keuntungan. Libidonya membuat dirinya tak mampu keluar dari candu uang itu. Uang menjadi raja baginya, bukan dirinya yang menjadi raja bagi uang itu.
Saya setuju dengan pendapat Herbert Mercuse bahwa amatir merupakan tahapan paling tinggi dari seorang pekerja, dimana pekerja merupakan panglima tertinggi dalam pandangan sosialisme. Bekerja bukan tentang uang, tapi tentang menginterpretasikan supra kesadaran menjadi komoditas. Dia yang mencintai pekerjaannya akan selalu mencari kesempurnaan dalam komoditasnya, dia tidak lagi mengukur untung rugi, asal karyanya menjadi sempurna. Hal ini yang saya rasakan ketika mencoba bekerja di kampung, saya memiliki hobi untuk bercocok tanam dan tidak disangka hasilnya menginspirasi orang untuk melakukan hal yang sama seperti yang saya lakukan. Ketika di desa sedang maraknya propaganda menjadi buruh, baik buruh swasta (karyawan) atau buruh negara (PNS), sepertinya pandangan masyarakat desa masih mengagungkan pandangan bahwa pekerjaan dinilai dari uang yang diterima. Itu tidak salah, tapi akibatnya kesadaran yang menunjuk pada uang ternyata memberikan simplifikasi juga pada infrastruktur desa. Orang menjadi perhitungan dengan apa yang dia kerjakan, dan mengerjakan sesuatu asal dibayar hingga mereka menyempurnakan karyanya yang berdampak pada banyaknya lahan yang tidak produktif dan tidak terawat. Candu uang memang berbahaya, apalagi untuk mereka yang tidak punya hobi (seorang amatir).
Dalam Philosophie der Gelden milik George Simmel, setidaknya memberikan gambaran pada diri kita bahwa uang memiliki efek yang sama seperti narkotika. Dia memberikan candu untuk kita bekerja, tapi dengan itu juga memberikan dampak pemendekan pikiran bahwa untuk membangun sebuah komoditas bergantung pada modal. Semua teralineasi dalam kapitalisme.
Dunia dibangun oleh para amatir. Bagaimana tidak, bahwa seorang yang meletakan cinta dalam pekerjaannya, akan terus menyempurnakan dirinya melalui karyanya, ini bermanfaat untuk membangun masa depan dirinya, juga dengan lingkungannya melalui dialektika supra kesadaran. Dia terus membawa dirinya untuk berada dalam pekerjaan yang dicintainya dan membuatnya terus optimal, bahkan walau harus dengan sejumlah uang yang dia keluarkan. Dunia menjadi tercipta dengan cinta. Hingga hasrat libido yang tak terkendali dari modal yang menginginkan lebih dari apa yang dia kerjakan menghancurkan dunia.